Nama : Biondi Antariksa
Kelas : 3eb20
NPM : 21210422
Tembok Besar jelas merupakan salah satu destinasi wajib bagi
turis yang berkunjung ke China. Untuk menyambanginya, kebanyakan orang memilih
ruas tembok di Bataling yang jaraknya satu jam di luar kota Beijing atau
Juyongguan yang letaknya beberapa kilometer lebih dekat dari ibu kota China
tersebut.
Sayang, pengunjung di Bataling terlalu banyak. Wisatawan pun
berdesakan. Belum lagi ditambah dengan ramainya pedagang. Keadaan di Juyongguan
setali tiga uang.
Ketika berkunjung ke China beberapa waktu lalu, kami
memutuskan tetap menyambangi destinasi wajib itu. Hanya saja, ruas Tembok Besar
yang kami datangi berada di Simatai. Dari pusat kota Beijing, jaraknya sekitar
120 kilometer atau 2,5 jam perjalanan melalui jalan bebas hambatan yang halus
mulus.
Ruas tembok di Simatai bagaikan ular yang berada di punggung
pegunungan Yanshan. Menurut Luo Zhewen, seorang ahli Tembok Besar, pagar
pertahanan kuno itu merupakan bangunan termegah di China dan Simatai merupakan
bagian terindah dari Tembok Besar. UNESCO bahkan telah memasukkan Simatai
sebagai salah satu Warisan Budaya Dunia.
Karena hendak menikmati matahari pagi di Tembok Besar
Simatai, kami meninggalkan Beijing setelah makan malam sekitar pukul 21.30.
Dengan 1.000 yuan atau sekitar Rp 1,4 juta, sebuah minivan berkapasitas tujuh
tempat duduk bisa disewa. Karcis tol dan bensin sudah ditanggung pemilik
kendaraan, sementara makan sopir dan sewa kamar sopir ditanggung penyewa. Biaya
sewa berlaku mulai malam hingga sore keesokan harinya.
Kami akhirnya tiba di Simatai menjelang tengah malam. Hotel
terdekat adalah Simatai Hotel yang letaknya sudah di dalam kompleks wisata
Simatai. Harga kamar untuk tiga orang Rp 392.000 semalam, tanpa sarapan. Harga
kamar ini masih ditambah karcis masuk kawasan Simatai Rp 56.000. Fasilitas di
kamar standar adalah kamar mandi dengan air hangat, televisi, dan pendingin
ruangan.
Sayang, karena kami tiba menjelang tengah malam, pengelola
hotel tak mau menyediakan air hangat untuk sekadar membuat teh setelah
perjalanan 2,5 jam. Jadi, bawalah air dan roti untuk sarapan banyak-banyak dari
Beijing. Air minum kemasan sangat berguna ketika Anda mendaki dan kehausan di
puncak gunung. Maklum, tidak ada pedagang di Simatai pada waktu subuh.
Pukul tiga dini hari kami sudah bangun. Cuaca akhir musim
dingin cukup membuat tubuh menggigil. Jaket anti-angin, kupluk, sarung tangan,
syal, sepatu sport nyaman, senter, roti, dan air minum juga kamera merupakan
perlengkapan yang wajib dibawa. Diperlukan waktu dua hingga tiga jam dari hotel
untuk sampai ke pos jaga tertinggi.
Ruas Simatai yang panjangnya hanya 5,4 kilometer cukup
menantang. Jalannya sangat curam, ada jalur yang tidak berpagar berdinding,
bahkan ada pula ruas yang lebarnya hanya 40 sentimeter.
Kalau mau hemat tenaga, di Simatai ada fasilitas gondola
dengan biaya Rp 70.000 pergi-pulang atau Rp 42.000 sekali jalan yang beroperasi
mulai pukul sembilan pagi. Dari bawah, Anda langsung bisa sampai ke tengah ruas
tembok.
Hindari pergi ke Simatai pada musim dingin karena sering
terjadi badai salju di puncak gunung. Ketika cuaca buruk, biasanya petugas
setempat melarang siapa pun naik mendaki tembok. Ada baiknya Anda mencatat
nomor telepon hotel atau rekan Anda yang dapat dihubungi jika terjadi sesuatu
di gunung, terutama ketika mendaki pada waktu yang tak biasa. Jangan khawatir,
sinyal operator telepon genggam di China masih kuat walaupun di ketinggian
1.000 meter di atas permukaan laut.
Pemandangan indah
Cuaca dingin dan rasa lelah serta kantuk menjelang subuh
seolah terbayar dengan pemandangan di Simatai. Walaupun matahari belum keluar,
danau yang membelah Simatai sudah memanjakan mata. Semakin ke atas, semakin
terlihat pemandangan pegunungan yang indah. Ruas tembok Simatai terdiri atas 35
pos jaga, terbagi menjadi dua ruas di barat dan timur yang dipisahkan oleh
danau. Untuk menghubungkan ruas tersebut, kita dapat melewati jembatan gantung
dengan jurang berjarak puluhan meter di bawahnya. Ruas barat lebih landai.
Sementara tempat yang menantang lebih banyak ada di ruas timur.
Walaupun udara pegunungan segar, napas semakin berat karena
elevasi di Simatai terus meningkat dari 295 meter hingga 986 meter. Titik
tertinggi adalah pos jaga Wangjinglou dengan ketinggian 986 meter di atas
permukaan laut. Pos jaga ini merupakan tempat tertinggi di seluruh Tembok Besar
China. Dari pos ini, kita dapat melihat gemerlap kota Beijing pada malam hari.
Tidak semua bagian tembok utuh tertata, ada beberapa bagian yang runtuh dengan
batu bata yang menonjol. Jika Anda teliti, di pos ini ada beberapa batu bata
yang terukir keterangan tentang tanggal pembuatan tembok dan jumlah tentara
yang membangunnya.
Ruas yang paling berbahaya dan menantang adalah Jembatan
Langit yang terletak antara pos Wangjinglou dan pos Peri Teratai. Ruas ini
hanya selebar sekitar 40 sentimeter, dengan jurang ratusan meter yang menganga
di kanan-kiri. Ruasnya cuma sepanjang 100 meter, tetapi keterjalannya mencapai
85 derajat.
Anda harus merangkak dan ekstra-hati-hati jika tak ingin
terpelanting. Ruas lain yang cukup berbahaya adalah jalur tanpa tembok pembatas
di kanan-kiri sehingga jalur tersebut hanya berupa jalan setapak lengkap dengan
apitan jurang.
Perlahan, matahari sudah menampakkan diri. Menyinari
sebagian tembok dengan cahaya keemasan. Menjelang tengah hari, kami turun.
Untuk makan siang, kami memilih makan di sebuah rumah makan kecil di luar
kawasan taman Simatai. Sayurannya segar, diambil dari halaman rumah.
Tidak jauh dari sana terdapat desa kuno yang dahulu
merupakan desa tempat gudang bahan makanan bagi para prajurit yang berjaga,
seperti yang tertulis di gerbangnya.
Sumber
:
http//www.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar